Thursday, February 26, 2015

Rasa

“Aku takkan mati.”
Kata-kata itu terus terngiang di benak Roy, meskipun tiga minggu telah berlalu. Ia masih hafal betul getaran setiap suku kata. Menusuk setiap jengkal pori-pori kulitnya seperti angin musim dingin. Roy bukan pria penakut. Ia telah menghadapi berbagai ancaman, ujian, dan pertempuran. Tak satu pun dapat melumpuhkannya. Tetapi tiga kata itu terus mengangkat bulu romanya. Roy memejamkan mata, tapi cepat-cepat ia membukanya lagi. Dalam gelap, kata-kata itu menggema dan terdengar makin keras. Fungsi otak dan telinganya jauh meningkat ketika matanya terpejam. Roy membenamkan kepalanya di tangannya yang kasar, dan telapak tangannya menyentuh rambut pirangnya yang basah penuh keringat.